indonesia

Selasa, 21 April 2009

Rival Kesatria Yang SBY Minta

Wednesday, 22 April 2009
Tanggapi Ancaman Boikot Pilpres

JAKARTA - Ancaman boikot terhadap pemilihan presiden (pilpres) yang disampaikan kelompok Teuku Umar langsung direspons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY yang kembali diajukan sebagai capres oleh Partai Demokrat menganggap ancaman tersebut sebagai sikap yang tidak kesatria dan tidak fair.
SBY rupanya tidak enak hati mendengar ancaman boikot pilpres dari kelompok Teuku Umar yang disampaikan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Para politisi yang berkumpul di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar itu menyimpulkan bahwa pemilu 2009 penuh kecurangan. Karena itu, mereka mendesak KPU dan pemerintah bertanggung jawab.
"Sakit rasanya. Kita tidak pernah punya pikiran untuk yang aneh-aneh, dituduh curang, dituduh main-main dengan DPT," kata SBY saat memberikan keterangan pers di taman kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
SBY meminta, jika masih ada persoalan dalam pemilihan umum legislatif, baik soal DPT maupun dugaan pelanggaran lainnya, segera diselesaikan dengan mekanisme yang ada. Menjelang pilpres, kata SBY, masalah DPT harus bisa dituntaskan.
“Ada yang mengatakan kalau DPT-nya tidak beres, tidak akan maju. Tolong, yakinkan betul dan sampaikan pada KPU sebelum nanti pilpres dimulai, semua harus melihat DPT-nya," kata SBY.
Dari situ SBY berharap semua bisa berkompetisi dengan sehat. "Saya juga tidak ingin berkompetisi yang nanti dikatakan hasilnya tidak benar, curang, dan pemerintah intervensi. Itu menyakitkan." tegasnya.
SBY mengajak para tokoh politik memperlihatkan kepada rakyat bahwa semua bisa berkompetisi dengan baik, saling menghormati, menjaga kepatutan, dan menjaga nilai-nilai yang baik dalam demokrasi. "Mari berkompetisi secara kesatria, sehat, dan fair. Jangan belum-belum hasilnya dibilang curang, tidak baik bagi demokrasi hal seperti itu," kata SBY.
SBY sebenarnya tidak begitu yakin akan ada pemboikotan pilpres. Apalagi, sampai kemudian terjadi fenomena capres tunggal dalam pilpres. "Saya kurang percaya teori-teori calon tunggal karena banyak politisi dan tokoh kita yang menurut saya layak berkompetisi," katanya.
Presiden berharap semua tokoh yang berminat maju sebagai capres dibiarkan berkembang. "Sehingga, rakyat betul-betul akan mendapatkan pemimpin yang dipilih hasil kompetisi yang terbuka, bukan karena calon tunggal,” jelasnya.

Belum Putuskan Cawapres
Meski bertindak sebagai presiden, SBY juga menyinggung soal calon pendampingnya dalam pilpres nanti. Menurut SBY, saat ini semuanya baru memasuki tahap penjajakan. Belum ada satu nama pun yang pernah diputuskan atau ditolak sebagai cawapres oleh SBY.
“Ada yang mengedarkan isu, seolah-olah sudah ada kepastian tentang cawapres dari Partai Golkar atau cawapres dari partai politik lain. Jawaban saya sama, apa yang saya sampaikan di Cikeas kemarin, belum!" kata SBY.
SBY mengaku mengikuti suara-suara yang berkembang dari partai politik yang mengusulkan sejumlah nama untuk pendampingnya. Namun, kata SBY, dirinya benar-benar belum memutuskan apakah cawapres dari unsur parpol atau nonparpol.
"Jadi, tidak benar ada isu hampir pasti saya bersama ini atau SBY telah bersetuju cawapresnya X, dan SBY juga tidak bersetuju cawapresnya Z. Belum! Dua-duanya belum,” tegasnya.
Menurut SBY, setiap parpol memiliki kepentingan dan harapan yang diistilahkan dengan call. "Ada yang call-nya tinggi sekali, ada yang moderat atau tidak tinggi. Tetapi, itu wajar dalam dinamika politik," katanya.
SBY juga menyayangkan berkembangnya isu seputar pertemuannya dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla di Cikeas, Minggu lalu. Menurut SBY, pertemuan dengan JK merupakan bagian dari penjajakan dan pembicaraan untuk membangun suatu koalisi.
Pembicaraan lanjutan, kata SBY, dilakukan pengurus Partai Demokrat dan Partai Golkar, bersama-sama dengan parpol yang lain juga. Soal koalisi, kata SBY, dirinya dan JK berpendapat sama, yakni kebersamaan di pemerintahan atau kabinet maupun kebersamaan di parlemen. "Kami baru berhenti sampai di situ," kata SBY.

Koalisi Mega Semakin Jelas

Di sisi lain arah koalisi politik di kubu Megawati Soekarnoputri makin jelas. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, dan Partai Hanura, tampaknya, siap bertarung menghadapi kekuatan koalisi yang dimotori SBY dan Partai Demokrat.
"PDIP, Gerindra, dan Hanura memiliki pandangan dan nilai yang sangat cocok. Kami akhirnya, dari segi itu, memang ingin bekerja sama dengan erat ke depan menghadapi segala kemungkinan," kata Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto setelah menemui Megawati di kediaman pribadinya, Jl Teuku Umar, Menteng, kemarin (21/4).
Menurut dia, pembicaraan yang lebih detail soal format koalisi itu terus dilakukan secara intensif. "Kami bicarakan terus dan melihat perkembangan yang sangat dinamis dan pelik," ujarnya.
Terkait dengan pelaksanaan Rakernas V PDIP pada 25 April mendatang (rencana sebelumnya 23 April, red), Prabowo mengaku diundang untuk menghadirinya. "Saya akan hadir, diminta menyampaikan satu dua patah kata. Kalau tidak salah, Pak Wiranto juga diundang," katanya.
Momentum Rakernas V PDIP kali ini sangat bernilai strategis. Sebab, melalui rakernas tersebut, PDIP akan memutuskan dan menetapkan cawapres yang bakal mendampingi Megawati. Diberikannya kesempatan kepada Prabowo untuk "berbicara" di forum itu tentu menyimpan makna politik yang luar biasa.
Lantas, apakah Wiranto akan diberikan kesempatan untuk "naik panggung" juga? "Lihat saja nanti. Pokoknya, lihat saja nanti," kata Sekjen DPP PDIP Pramono Anung, lantas tersenyum.
Dia hanya menegaskan kembali bahwa semua spekulasi Megawati bakal menarik diri dari pencapresan PDIP sama sekali tidak benar. Menurut Pram ?begitu dia akrab disapa? Megawati yang pencapresannya telah ditetapkan dalam Rakernas II PDIP di Jakarta tidak akan mundur selangkah pun. "Sebagai partai besar, masak PDIP bisa berubah-ubah begitu," katanya.
Pram memastikan bahwa Megawati sama sekali tidak pernah melontarkan wacana untuk menarik diri dari pencapresan. "Insya Allah, semuanya akan klir pada rakernas nanti," imbuhnya.
Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo menambahkan, cawapres Megawati harus sosok yang memiliki ketokohan, punya parpol yang jelas suaranya, dan mampu ikut menambah suara. "Semua tokoh (yang sempat disebut menjadi kandidat cawapres Megawati, Red) punya kapasitas dan saya kira mereka memiliki dukungan di internal partai masing-masing," katanya.
Selain Gerindra dan Hanura, apakah parpol lain yang mengikuti forum pernyataan sikap bersama sebagai protes terhadap pelaksanaan pemilu yang curang pada 14 April lalu akan ikut berkoalisi? "Walaupun sudah teken kontrak, kami belum tahu. Intinya, koalisi harus sama-sama ikhlas," jawabnya, lantas tersenyum.

Enggan Boikot Pilpres
Ancaman pemboikotan dalam pilpres seperti dilontarkan Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto ternyata bukan opsi yang dipilih rival capres Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto tak mau mengikuti ide Wiranto tersebut. "Saya kira belum ada pemikiran ke situ," kata Prabowo setelah bertemu Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri kemarin (21/4).
Menurut Prabowo, partainya terus berusaha menempuh jalur hukum untuk meluruskan carut-marutnya daftar pemilih tetap (DPT) serta berbagai pelanggaran dalam pemilu legislatif. "Kami hanya minta prosesnya dijernihkan, dibuat transparan, supaya rakyat kita, hak-haknya itu, benar-benar dihormati," tegasnya.
Lantas apa yang akan dilakukan kalau tuntutan itu tetap tidak direspons pemerintah dan KPU. "Yang jelas, kami akan terus berkumpul, terus berunding, terus tukar-menukar pandangan. Karena ini masalah bangsa, tidak bisa gegabah," jawabnya.
Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo juga membantah adanya upaya pemboikotan terhadap pilpres dari kubu Megawati. "Kami tetap ikut proses dengan baik sambil menunggu proses hukum dulu. Jadi, belum ada sikap untuk boikot itu," katanya.
Menurut Tjahjo, pihaknya menginginkan ada pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilu yang buruk. Baik KPU selaku penyelenggara pemilu maupun pemerintah. "Kalau KPK berhasil, pemerintah langsung klaim ini kesuksesan saya. Begitu KPU tidak berhasil, seharusnya bilang ini kegagalan saya juga. Fair, dong," sindirnya.
Sekjen DPP PDIP Pramono Anung mengakui memang ada beberapa tokoh yang mengusulkan kepada Megawati untuk tidak mengajukan pasangan capres-cawapres. Sikap itu diambil, jelas dia, bila persoalan DPT dan kecurangan pemilu tidak diselesaikan.
"Para tokoh ini merasa percuma saja, akan sangat kental (keuntungan, red) yang bisa diraih kelompok yang mungkin menggunakan itu," katanya. "Bahkan, Gus Dur juga sudah menulis surat khusus kepada Bu Mega yang mendesak itu diselesaikan terlebih dahulu," imbuhnya.
Pram menyebut, esensi utama demokrasi adalah terbangunnya sistem yang lebih baik guna mencapai kemakmuran rakyat. "Jadi, ini (gagasan boikot, red) muncul bukan karena takut kalah," tegasnya. (pri/agm/tom)

Tidak ada komentar: