indonesia

Selasa, 21 April 2009

JK Kepastian SBY Yang Ditunggu

Tuesday, 21 April 2009
JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono secara terbuka memaparkan lima kriteria calon wakil presiden yang akan mendampinginya di pemilu presiden Juli mendatang. Lima kriteria tersebut membuat nasib Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla mengambang. Kalla kemarin petang menyambangi SBY di Kantor Presiden untuk menanyakan kepastian rencana koalisi kedua tokoh di pemilu presiden.Ketua Harian Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut, Jusuf Kalla meminta ketegasan SBY apakah masih berminat untuk menggandeng dirinya menjadi calon wakil presiden. "Dalam pertemuan itu akan ditegaskan soal kelanjutan keduanya," terang politisi yang akrab dipanggil Burnap ini.

Internal Golkar menilai lima kriteria yang dipaparkan SBY tersebut masih multitafsir, utamanya kriteria tentang loyalitas. Menurut SBY, calon wakil presiden harus setia pada presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, harus bebas dari konflik kepentingan dalam menjalankan pemerintahan, baik kepentingan politik, ekonomi maupun bisnis. "Jusuf Kalla punya loyalitas dan mampu memperkokoh jalannya pemerintahan lima tahun mendatang," terang Burnap.
Mantan aktivis 66 ini membantah Jusuf Kalla sering melampaui kewenangan presiden dengan membuat sejumlah keputusan. Pasalnya, seluruh keputusan dalam rapat-rapat yang dipimpin Kalla sebagai wakil presiden harus disetujui SBY sebelum bisa diterapkan. "Bukan melampaui (kewenangan presiden), tapi dia (Jusuf Kalla) memang lebih cepat dalam mengambil keputusan teknis," katanya.
Meski demikian, sejumlah sumber di DPP Partai Golkar mengakui pihaknya langsung bergerak mengantisipasi bila SBY meminta calon wakil presiden dari Golkar, namun menolak berduet kembali dengan Jusuf Kalla. Pernyataan Kalla bersedia menjadi calon presiden Partai Golkar sebelum pemilu legislatif dinilai menjadi poin yang mengurangi nilai Jusuf Kalla di mata SBY. "Dari sekian persyaratan pasti ada yang diutamakan. Sepertinya soal loyalitas yang terpenting. Tokoh yang akan diajak menjadi cawapres harus bisa bekerja sama dan loyal," kata Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Rully Chairul Azwar.
Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua mengakui, faktor loyalitas memiliki poin tertinggi dalam penilaian calon wakil presiden bagi SBY. "Dari lima kriteria yang diungkapkan Yudhoyono, faktor loyalitas sangat penting. Kalau tidak loyal berbahaya," kata mantan presenter TVRI ini.
Berdasarkan penilaian Demokrat selama lima tahun pemerintahan SBY-JK, loyalitas Kalla sebagai wakil presiden patut dipertanyakan. Salah satu indikasi paling kentara, menjelang pemilihan legislatif lalu, Jusuf Kalla mendeklarasikan diri sebagai calon presiden Partai Golkar menantang SBY. "(Deklarasi JK sebagai calon presiden) itu menjadi salah satu bahan pertimbangan, termasuk pertimbangan pengalaman Jusuf Kalla lima tahun mendampingi SBY," katanya.
Meski demikian, Rully menilai lima syarat yang diajukan SBY belum menutup pintu bagi Jusuf Kalla. Dia meyakini lima syarat itu memang syarat normatif yang memang harus dipenuhi oleh semua calon wakil presiden. "Hampir semua kader utama Golkar memenuhi kriteria itu," tandasnya.
Max mengakui, setelah nama Jusuf Kalla, nama Akbar Tandjung memang menduduki posisi tertinggi calon wakil presiden dari Partai Golkar. Akbar dinilai memiliki kapasitas dalam bidang politik, ekonomi, dan dukungan pada pemerintahan yang kuat di parlemen. "Apakah Akbar Tanjung bisa mengakomodir sisi loyalitas, itu persoalan pilihan bagi Yudhoyono," katanya.
Selain menghadapi ancaman penolakan dari kubu Demokrat, pencalonan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden juga menghadapi ancaman penolakan dari internal Partai Golkar. Salah satu DPD I Golkar yang terang-terangan meminta agar Jusuf Kalla tidak diajukan sebagai calon wakil presiden dari Golkar adalah DPD I Partai Golkar Jawa Barat.
Dalam Rapimda yang berakhir kemarin petang, DPD I Golkar Jawa Barat mengajukan lima nama yang akan diusulkan menjadi cawapres bagi SBY di Rapimnasus Partai Golkar, yakni Surya Paloh, Agung Laksono, Akbar Tanjung, Ginandjar Kartasasmita, dan Aburizal Bakrie. Dari dua nama itu, Akbar dan Aburizal Bakrie dinilai dua nama yang paling berpeluang.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat Uu Rukmana menyatakan, hampir semua pimpinan Golkar kabupaten dan kota di Jawa Barat menolak Jusuf Kalla maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. "Kalau bisa kader lain yang lebih berpotensi. Itu suara arus bawah," ujarnya.
Penolakan Jusuf Kalla sebagai cawapres, tambah Uu, diakibatkan anjloknya perolehan suara Golkar dalam pemilu lalu. Karena keberhasilan pemimpin parpol diukur dari persentase perolehan suara dalam pemilu. "Namun, meski banyak kader partai yang menolak (pencalonan JK sebagai cawapres), Jusuf Kalla tetap dicalonkan sebagai penghormatan pada ketua umum," ujarnya.
Golkar Tersinggung Diambangkan SBY
DPP Partai Golkar terlihat tidak nyaman dengan hasil pembicaraan empat mata antara SBY dan Jusuf Kalla di Kantor Presiden. Golkar tadi malam mengkaji kembali opsi memunculkan calon presiden alternatif selain berkoalisi mengusung SBY dan Megawati Soekarnoputri.
Hasil pembicaraan empat mata dengan SBY tersebut dibahas dalam rapat dewan pengurus harian DPP Partai Golkar di Posko Slipi II, Menteng, Jakarta Pusat. Hadir dalam rapat itu Sekjen Soemarsono, Wasekjen Rully Chairul Azwar, Ketua DPP Yorys Raweyai, Ketua DPP Burhanuddin Napitupulu, Ketua DPP Syamsul Muarif, Ketua DPP Nurul Arifin, Ketua DPP Enggartiasto Lukito, dan Ketua DPP Andi Mattalata.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menegaskan, Golkar belum menghapus opsi Golkar membentuk poros baru atau bergabung dengan poros lain di pemilu presiden. "Itu kami lakukan untuk kepentingan lebih besar," ujar Priyo usai rapat.
Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar Poempida Hidayatullah menuturkan, Rapimnasus Golkar pada 2008 telah memutuskan partainya akan mengusung calon presiden bila menang pemilu. Namun, karena perolehan suara di pemilu legislatif jeblok, Golkar hanya akan mengusung calon wakil presiden. "Berdasarkan suara internal, JK masih tertinggi untuk diajukan sebagai calon presiden maupun wakil presiden. Namun, kalau desakan DPD tetap menghendaki capres, bisa saja Golkar mengajukan capres sendiri," katanya.
Terkait lima kriteria calon wakil presiden yang dilansir SBY, Priyo Budi Santoso menegaskan Partai Golkar menghormati kriteria-kriteria tersebut. Golkar menilai kriteria-kriteria tersebut bagus dan normatif, meski sangat multitafsir. "Golkar menilai kriteria itu 100 persen bagus," katanya.
Namun, kata Priyo, Golkar kurang nyaman dengan belum adanya ketegasan dari Demokrat untuk kembali berkoalisi dengan Golkar, termasuk syarat-syarat yang diajukan Golkar. Golkar menilai koalisi hanya bisa dibentuk kalau Demokrat dan Golkar saling membutuhkan. "Koalisi tidak bisa dibangun kalau hanya satu pihak yang bersedia," tandasnya.
Selama ini, kata Priyo, Partai Golkar terus-menerus mengirimkan sinyal untuk tetap berkoalisi dengan SBY dan Demokrat di pemilu presiden. Namun, sinyal koalisi dari kubu Demokrat dan SBY tak kunjung diterima Golkar. Demokrat dan SBY justru mengeluarkan pernyataan yang mengambang dan tidak menunjukkan minat serius untuk merespon syarat-syarat yang diajukan Golkar.
"Koalisi tidak bisa dibangun bertepuk sebelah tangan, harus seiya-sekata, tidak boleh ada pemaksaan dan seterusnya," tandasnya. Karena itu, tutur Priyo, pada saatnya Golkar menyampaikan ke publik pilihan politik yang akan diambil di Rapimnasus. DPP Golkar juga akan mengirimkan tim negosiasi untuk membahas prospek dan kondisi koalisi dua partai ke depan.
"Sebelum atau setelah tanggal 23 (Rapimnasus), mungkin perlu komunikasi resmi antara Golkar dan Demokrat dan SBY untuk membahas hal ikhwal yang perlu diputuskan kedua partai ke depan," terangnya. (noe)

Tidak ada komentar: